Powered By Blogger

Sudut Kreatif

Monday, January 12, 2009

Lompat Si Katak Lompat



Membangun Jati Diri


Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa manusia ibarat tambang emas dan perak. Di dalam hadis lain,Rasulullah saww mensifati ilmu sebagai mata air yang jika seorang penuntut ilmu bersandar kepada Allah maka kebaikan dan berkah Allah akan mengalir baginya. Dari dua hadis ini dapat disimpulkan bahwa sebagai makhluk, manusia tidak diciptakan tanpa modal dan background apapun. Ilmu yang didapatkan manusia dari lembaga pendidikan formal atau non formal,hauzah maupun universitas merupakan modal dan simpanan bagi diri manusia.Di dalam diri manusia tersimpan rahasia yang dapat diungkapkan. Dalam surat an-Nahl:78, Allah swt berfirman:


“Allah telah mengeluarkan kalian dari perut ibu sedangkan kalian tidak mengetahui apa-apa”.


Pengertian ilmu yang disinggung dalam ayat ini adalah ilmu hushuli yang didapatkan dari buku atau guru.Ketika segala sesuatu (termasuk ilmu) disandarkan kepada Allah maka ia tidak akan pernah kosong dalam diri manusia.Hal ini disinggung dalam ayat 29 Surah Hijr, ketika Allah berfirman:


Dan Aku tiupkan ruh-Ku kepadanya”.


Ayat ini tidak berbicara tentang nabi Adam saja sebagai makluk pertama Allah yangdiciptakan di muka bumi, akan tetapi ayat ini berbicara tentang seluruh umat manusia sepanjang masa. Kata ruh dalam ayat tersebut kembali kepada Allah swt, ketika Dia meniupkan ruh-Nya kepada manusia maka manusia dengan ruh yang ditiupkan tersebut akan mampu menyandang kesempurnaan yang dimiliki-Nya. Dan salah satu bentuk kesempurnaan yang dimiliki-Nya adalah ilmu dan pengetahuan. Hadis di atas ingin menjelaskan bahwa sejak awal penciptaannya, manusia sudah disiapkan dan dibekali sesuai dengan kapasitasnya; bagaikan wadah yang siap menampung air. Ketika manusia selalu mencari nilai-nilai kesempurnaan(ilmu) maka peluang wadah untuk mendapatkan anugrah Ilahi akan semakin besar; anugrah yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan bagi dirinya dan orang lain. Namun, jika modal pemberian Allah tersebut hilangdisebabkan kebodohan teoritis atau kebodohan praktisnya maka wadah tersebut lambat laun akan mengecil dan bahkan akan sirna.Dalam salah satu ucapan penuh makna,Imam Ali as bersabda: “Sesungguhnya hati adalah wadah dan sebaik-baik wadah adalah yang diisi dan dipenuhinya”. Sebaik-baiknya hati adalah hati yang selalu ditanami nilai-nilai kesempurnaan dan salah satu bentuk dari kesempurnaan tersebut adalah ilmu. Oleh karena itu, pada hakikatnya manusia telah diciptakan dengan dua modal: hati­­ yang selalu aktif dan potensi yang jika keduanya dikembangkan untuk mencari nilai-nilai ilmu, maka manusia akan menjadi mishdak dari hadis di atas. Sedangkan seseorang yang tidak menggunakan dan mengembangkan keduanya, lalu apa yang bisa diharapkan darinya? Sebagian kalangan beranggapan bahwa kedua modal yang dimilikinya itu sudah cukup sehingga ia tidak perluberhubungan dengan orang lain dan menimba ilmu dari orang lain. Sebagian lagi selalu ingin membandingkan dan membenturkan pandangannya dengan pandangan orang lain. Sudah pasti,kelompok kedualah yang akan menemukan kebenaran. Bukankah Imam Ali as pernah bersabda: “Benturkan sebagian pandangan yang kalian miliki dengan pandangan yang lain; maka akan muncul kebenaran”. Maksud dari hadis ini adalah bahwa perkembangan sebuah ilmu dapat diperoleh melalui tanya-jawab,kritik, sanggahan dan lain sebagainya.Oleh karena itu, orang yang memperoleh ilmu melalui penelitian dan menganalisa sebuah pandangan akan memiliki nilai tambah dari sisi keilmuannya.Lebih jauh lagi, jika sebuah masyarakat mampu bersama-sama melakukan tugas yang ditetapkan oleh para nabi maka masyarakat tersebut akan menciptakan sebuah revolusi budaya spektakuler. Bukankah salah satu misi para nabi sebagai utusan Allah adalah menciptakan revolusi budaya umat manusia. Dan revolusi ini akan terwujud ketika hati manusia bangkit dan tergerak, kembali dan kepada fitrah penciptaannya. Imam Ali as bersabda: “Dan peranan mereka—para nabi—adalah menggerakkan hati-hati manusia”. Revolusi budaya yang merupakan salah satu tujuan diutusnya para nabi akan selalu menjadi tugas besar bagi umat manusia yang ingin menuju pada kesempurnaan.Lalu bagaimana proses menuju pada kesempurnaan tersebut? Al-Quran memerintahkan; lakukanlah sesuatu yangbisa kamu lakukan! Janganlah berbuatmakar/tipu daya. Dalam surat Anfal/29,Allah berfirman:


“Jika kalian bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqaan”


(petunjuk yang dapat membedakan antara yang baik dan buruk). Jika saja manusia menjadi ahli taqwa dan furqaan maka Allah akan memberikan kepadanya kemampuan dan kekuatan. Tapi mengapa begitu banyak manusia yang larut dalam kebinggungan serta sulit untuk membedakan antara yang hak dan yang batil? Mengapa dari sekian aliran yang beragam manusia tidak mampu mengenali kebenaran?Untuk mengatasi masalah di atas, ada dua jalan yang dapat ditempuh yaitu makrifatullah atau jalan fitrah yangtertanam dalam hati manusia. Ketika seseorang telah mengetahui mana jalan yang benar lalu ia mengikuti jalan tersebut dan itulah hasil akhir dari penelitiannya, maka Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan perbuatannya:


"Dan barang siapa yang beriman kepada Allahniscaya Dia akan memberikan petunjuk kepada hatinya." (At-Thaghabun:11)


Batas antara kebenaran dan kebatilan adalah hal pertama yang harus dikenali dan diketahui. Manusia sering kali terjebak dan terperosok dalam menentukan kebenaran dan kebatilan dan menganggap bahwa kebenaran dan kebatilan harus selalu dilihat dari figur seseorang, kuantitas dan lain sebagainya. Sebagai contoh, dalam perang Jamal dikisahkan bahwa Haris bin Haut bertanya kepada Amirul mukminin Ali as: “Apakah mereka yangmemerangi kita berada dalam kebatilan sedang kita berada dalam kebenaran?”.Imam menjawab: “Sungguh kamu hanya melihat ke bawah dan tidak melihat ke atas sehingga kamu kebinggungan!” Imam ingin mengajarkan kepada sahabatnya bahwa dengan melihat standar dan tolak ukur kebenaran dan kebatilan baru kita dapat mengetahui siapa yangberada dalam garis kebenaran dan siapa yang berada dalam garis kebatilan.Tugas penting kita adalah memahami sebuah kebenaran dan lebih baik lagi jika kita selalu seiring dan sejalan dengan kebenaran dan dapat menjadi ahli dhohir dan ahli batin. Itulah sebabnya mengapa dalam Surat Rum:7, al-Quran menyinggung:


“Mereka hanyamengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka lalaiakan (kehidupan) akherat.”


Ayat inimemberikan indikasi bahwa akheratadalah batinnya dunia dalam artianbahwa dzahir dunia yang kita lihat dankita rasakan ternyata memiliki batin,namun kita melalaikannya sehingga kita tidak dapat merasakan keberadaannya.Untuk mencapai kesempurnaan tersebut,di perlukan sarana, salah satunya adalah dengan menuntut ilmu yang dibarengi dengan keikhlasan dalam ucapan maupun amal. Bukankah ilmu ibarat cahaya dalam kegelapan yang menerangi jiwa?. Dengan demikian apakah cahaya yang kita dapati itu dengan mudah kita buang dan jual dengan harga yang rendah?. Dengan menuntut ilmu akan kita dapati hal-hal yang kita tidak dimiliki sebelumnya dan dengan itu maka dan kedzoliman akan sirna bagaikan buih yang terhempas ombak air. Allah swt berfirman:


“Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap di bumi."[Ar-Ra'd:17]


Mudah-mudahan kita mampu mengoptimalkan segala potensi yang kita miliki dengan mencari kesempurnaan ilmu dan mengamalkannya sehingga kita sampai kepuncak kebenaran dan dapat mewujudkan misi yang dibawa oleh para nabi dan menjadi pelanjut mereka di muka bumi.[]


Wallahu a'lam

etika s e x u a l apologis



Zaman benar-benar berubah dan dalam waktu yang cepat perubahan benar-benar total. Dan apakah hal itu juga akan merubah tatanan hidup masyarakat? Dan apakah itu juga harus merubah etika lama menjadi etika baru yang penuh penyesuaian yang dipaksakan? Tentu saja hal yang bertele-tele seperti itu tidak usah dilakukan, kalau tatanan hidup yang digunakan berdasarkan Al-Quran ul karim. Dalam hal ini yang akan dibicarakan dalam makalah ini adalah masalah kebebasan seks.

Kebebasan seks yang dominan disebut sikap seksual yang negatif sudah sekian lama menggerogoti moral dan nyawa masyarakat kita, yang selama hidupnya ‘katanya’ mereka (berlabel) Islam. Masyarakat seharusnya takut dengan berbagai macam penyakit psikosomatik dan penyakit rohani yang akan diderita akibat free seks ini.

Apa yang melatar belakangi free seks ini, Apa akibatnya dan bagaimana tindak lanjut seharusnya dalam mengatasi free seks ini sudah sering dibahas oleh para psikologi. Kalau menurut dunia barat, memang free seks ini tidak seberapa dilarang. Malah sekarang dunia barat percaya akan keharusan menghormati dan membebaskan hawa nafsu seksual dengan jalan membuang kekangan-kekangan tradisional. Karena memang sudah barang kenyataan kalau orang barat itu lebih menyukai kebebasan seksual. Mereka menyatakan bahwa moralitas apa pun yang telah mereka warisi tidaklah membawa apa-apa selain konotasi religius. Mereka mengklaim bahwa moral-moral baru zaman sekarang ini bukan hanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan filosofis, tetapi juga dalam alasan ilmiah.

Saat ini, apa yang sedang berkembang pesat di barat (baca: free seks), juga berkembang pesat dimasyarakat kita ini. Yaitu seksual negatif baik yang tradisional maupun yang modern.
Dan kalau ‘pagar pencegah’ (baca: agama dan moral) pola seksual free seks, dibiarkan luntur dan tidak tercetak dalam diri, maka masyarakat akan rusak dan berpenyakit, baik itu secara jasmani maupun rohani dan batiniah. Berbagai macam masalah pula akan timbul dibelakangnya.
Seks bebas, adalah pola perilaku seks bebas dan tanpa batasan, baik dalam bertingkah laku seksnya maupun dengan siapa dia berseks ria. Sungguh suatu perilaku yang lebih rendah daripada tingkah laku binatang. Manusia memang seperti itu. Disini, dapat diartikan juga bahwa anjuran pembebasan seksual manusia dari kekangan moral tradisional berarti pernyataan bahwa tidak ada sesuatu pun yang jelek, buruk, ataupun hina, yang dapat timbul dari seks. Anjuran ini tidak menerima pembatasan apa pun dalam seks selain dari batas alami seperti dalam hal makan dan minum, nafsu belaka.

Barat dengan mudah menyemarakkan program seks bebasya di bumi kita tercinta ini, karena deen dalam tiap individu mudah luntur. Apalagi deen yang menempel tadi hanya sekedar menempel secara turunan orang tua, tidak melalui pencarian dan penggunaan rasio dalam berkeyakinan. Deen dalam diri kita harus dipenuhi cahaya iman, taqwa dan ilmu. Sehingga tidak mudah luntur dan terserat ke dalam lubang hitam setan.
Penulisan makalah tentang ‘apa dibalik kebebasan seks’ ini diharapkan bisa melihat paradigma seks bebas dari segi ilmiah dan tidak hanya mengetahui seperti apa contoh riilnya seks bebas dan penanggulangannya saja. Akan tetapi makalah ini hendak mengajarkan umat manusia tentang etika seksual yang sehat dan islami, yang sesuai moral dan dijamin tidak akan pernah ketinggalan zaman. Karena Etika seksual dalam islam ini, senantiasa diberi sentuhan Qurani yang luwes dan berlaku sepanjang masa.

Dan juga diharapkan dengan makalah ini bisa menyadarkan umat manusia yang membacanya, bahwa manusia itu adalah makhluk yang memiliki (karakteristiknya) iman dan ilmu. Dan apabila tidak bisa menyelami segala suatu hal dengan keyakinan dan wacana keilmuan, maka jangan berani-berani menyebut dirinya sebagai manusia. Yang mana pelaku free seks sudah barang tentu adalah makhluk yang tanpa iman dan juga tak ada ilmu yang menyertainya. Yang ada hanyalah kejahilan dan hawa nafsu semata. Yang memberkahi tiap langkah mereka bukanlah Allah Ta’ala, akan tetapi iblis la’natullah.
Jadi pada intinya makalah ini membahas ‘apa yang ada’ di balik pikiran orang yang mendukung free seks. Makalah ini bukan berisi lagu lama tentang, apa saja macam free seks, siapa saja pelakunya dan bagaimana menanggulanginya yang itu-itu saja. Tapi ini benar-benar murni berisi pemikiran atau falsafah pemikiran para peminat seks bebas.

PEMBAHASAN
METAFISIK DARI KEBEBASAN SEKSUAL

Apa yang membuat orang ‘mencanangkan’ seks bebas? Pada waktu yang sama kita juga pasti akan berpikiran bahwa kita harus menahan diri dari menggalakkan kebebasan seks tanpa kekangan. Akan tetapi pada dasarnya yang melatar belakangi maraknya ‘free seks’ adalah orang-orang yang mempunyai pola pikir seperti berikut:
1. kebebasan harus dijamin setiap individu, selama ia tidak mengganggu kebebasan orang lain.
2. semua keinginan dan sikap seksual yang merupakan pembawaan haruslah dipupuk secara bebas dan diusahakan pemenuhannya tanpa halangan atau kekangan, karena menghalanginya akan membuat frustasi atau membawanya kepada kekacauan-kekacauan ego.
3. setiap dorongan alami akan mereda setelah dipenuhi, dan akan memberontak serta menimbulkan ekses-ekses bila dikenai kekangan moral yang negatif atau larangan yang salah pandang.

Para penganut seks bebas memberikan argumentasi bahwa ketidakstabilan emosi timbul karena diskriminasi di antara naluri-naluri alami dan dorongan-dorongan nafsu, sehingga hanya sebagian daripadanya saja yang dipenuhi sedang yang lainnya tetap mengalami frustasi. Mereka juga mengatakan bahwa pembebasan proses alamiah pemenuhan nafsu seksual juga akan mencegah kejahatan, keburukan dan pembalasan dendam yang menjadi ciri-ciri dari situasi yang melibatkan pembatasan-pembatasan moral. Dalam memburu kebebasan seks mereka melakukan kesenangan-kesenangan yang tidak terbatas dalam eksperimentasi seksual dengan seseorang, bukan saja sebelum menikah tapi bahkan sesudahnya. Mereka (para pendukung free seks, pelaku free seks) menunjukkan bahwa dengan adanya sarana-sarana konstrasepsi yang murah dan cukup aman, kenikmatan seks dapat dianeka ragamkan tanpa perlu melibatkan resiko kehamilan, baik yang sah maupun tidak. Tindakan seperti ini sangat tidak memanusiakan manusia. Bahkan menghewankan manusia pun tidak.

DISIPLIN SEKS

Kebutuhan untuk memperluas dan mengkondisikan instink dan dorongan nafsu alami individu dengan cara yang lunak adalah kebutuhan yang pokok. Akan tetapi harus ada cara yang sehat, yang bnar secara moral dan agama. Yang tidak membuat makin banyak ketimpangan dan menimbulkan masalah sesudahnya. Sebenarnya kalau ingin menelaah masalah ‘siapa otak dibalik’ pencetus pembenaran kebebasan seks, adalah mudah. Hanya orang yang sakit saja yang membenarkan dan melegalkan seks bebas. Masalah pemuasan instink jasadi dan nafsu-nafsu yang spontan, dapat diserahkan saja kepada penilaian orang itu sendiri-sendiri. Karena hanya intelek manusia saja yang dapat mencegah setiap perkembangan instink yang tidak sehat (baca: hawaa nafs). Seperti apa yang dibilang oleh Imam ‘Ali as: “Jiwa adalah tempat bisikan-bisikan hawa nafsu. Sedangkan akal berperan untuk menolak dan meredamnya.” [1] Maksud dari hadith diatas bahwa hawa nafsu bersemayam dalam jiwa manusia dan hanya untuk menimbulkan bisikan-bisikan jelek. Sebaliknya, akal tampil sebagai penguasa yang berhak menghukum, menolak dan mencegah.

Dan sebenarnya pula, orang dapat dengan sengaja mengelola dorongan-dorongan alaminya sendiri dan memastikan bahwa dorongan-dorongan itu tidak dinegatifkan atau dirugikan dengan cara yang tidak sehat. Dan orang yang bisa berbuat seperti itu adalah orang yang beriman, bertaqwa dan berakal. Dan apabila satu komponen tersebut tidak lengkap, maka akan pincang. Apabila dua komponen tersebut tidak ada, maka akan buta. Dan apabila tidak ada ketiga-tiganya, maka bukan manusia lah ia.

Akibat dari ketidakdisiplinan seks ini tidaklah sedikit. Banyak gangguan syaraf dan mental yang mempengaruhi individu, dan bahkan masyarakat secara keseluruhan, yang berkenaan dengan instink seksual yang tidak disalurkan secara sehat dan agamis. Memang yang ditawarkan oleh para ‘pembela’ seks bebas (baca: pelaku seks bebas), adalah tetap membiarkan manusia menikmati kepuasan sesuka hati mereka, tanpa peduli akan kesadaran moral atau komitmen yang sadar akan arti kesucian, kesakralan suatu hubungan dan kelurusan budi. Semua ini dilakukan hanya atas dalih agar manusia terbebas dari tekanan batin psikologis, karena tak bisa menyalurkan instink seksnya secara bebas. Ini adalah penyakit! Nampaknya mereka percaya bahwa tidak ada yang lebih baik bagi seorang individu daripada menempatkan dirinya dibawah perintah hatinya sendiri, sementara membiarkan hati itu sendiri dikuasai oleh nafsu.

Disiplin seks harus diterapkan sejak dini. Sedini mungkin seperti mengajarkan disiplin buang air kecil (buang hajat) pada anak kecil. Harus ada semacam pelatihan. Mengenai hal ini, mengatakan bahwa memuaskan dorongan seks adalah seperti membuang hajat, seperti kencing atau buang air besar adalah sangat menyesatkan. Dalam proses pemuasan dorongan seks, tidak ada melepaskan diri seseorang dari beban-beban atau kondisi moralnya sendiri. Sebaliknya, menjaga moralitas seseorang tidak dapat disamakan dengan menahan air kencing dalam kandung kemih. Karena, berbeda dengan menjaga moral, menahan air kencing akan menyebabkan badan merasa tidak enak dan sakit.

Kemampuan manusia untuk mendapatkan kepuasan dari nafsu-nafsu yang alami maupun nafsu-nafsu yang diperolehnya kemudian, tidaklah terbatas secara instinktif sebagaimana halnya pada hewan. Akan tetapi, pembatasan etika dan pengaturan prosedural adalah perlu untuk peningkatan praktek-praktek yang adil dalam lapangan ekonomi dan politik. Seperti itu pula, pembatasan dan pengaturan dalam perilaku seksual serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengannya, yang konsisten dengan kebutuhan kesucian dan kelurusan budi, haruslah juga bisa diterima setiap orang.

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam masalah seks bebas ini, pencegah sekaligus penanggulangannya adalah kontrol diri dan agama, iman dan taqwa, ilmu dan akal sehat. Seks bebas itu adalah tindakan dari nafsu yang tidak terkontrol oleh akal. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Janganlah kalian ikuti ajakan hawa nafsu” [2] dan berulang-ulang kali Allah Ta’ala memperingatkan kita semua: ”…dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah…” [3] Senjata yang perlu digunakan untuk memerangi seks bebas ini, bukanlah lagi penyuluhan masyarakat tentang pentingnya kondom. Akan tetapi terapi otak dan pengasahan jiwa murnilah yang perlu dijejalkan dalam otak dan benak masyarakat. Bukan hanya diberikan secara perlahan-lahan lagi, akan tetapi sedikit diberi paksaan. Sama dengan halnya kalau mereka memaksa otak untuk pergi cepat-cepat ketika mereka ingin memuaskan hasrat seksualnya. Kesimpulan cepat adalah, akal dan agama selalu bahu membahu dalam diri manusia dan di masyarakat luas untuk menghadang hawa nafsu, dalam hal ini adalah Kebebasan Seks.

SARAN

Haruslah ditekankan dalam benak orang yang ngefans dengan freeseks, bahwa hawa nafsu yang mereka miliki itu merusak jiwa mereka sendiri. Hawa nafsu itu adalah PENYAKIT! Dan syahwat adalah penyakit yang mematikan. Sedang obat mujarabnya ialah kesabaran.” Kalau diasumsikan bahwa freesex adalah puncak dari hawa nafsu, maka, freesex adalah racun. Freesex adalah kendaraan fitnah. Freesex adalah keruntuhan dan kehancuran. Freesex itu kemusnahan dari masyarakat sehat. Komunitas freesex seharusnya adalah musuh manusia. Dan terlebih lagi freesex adalah mendisfungsikan akal! “Mengikuti hawa nafsu adalah penyakit segala penyakit” [4]
Powered By Blogger